Hier kunt u enkele artikelen uit 1980 en 2018 lezen. De meeste artikelen zijn in het Nederlands en 'dalam Bahasa Indonesia'.
1 Dari Buku Peringatan 1980: Sejarah singkat - PERKI 1930 — 1980
Lahir bernama I.C.J., dewasa dan berkembang dengan nama PERKI
Pada hari Natal tanggal 25 Desember 1930 telah berkumpul di kasteel Hardenbroek' dekat
Driebergen, masyarakat Indonesia dari berbagai suku untuk merayakan Natal bersama.
Dalam kesempatan itu telah pula dibicarakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi para
pelajar/mahasiswa Indonesia di Nederland. Hal ini disebabkan karena perbedaan iklim, cara hidup, adat istiadat dll. antara kedua negara dan penduduknya. Maka berdasarkan rasa kesatuan dan persatuan bangsa diperantauan, mereka mengesahkan berdirinya suatu ‘vereniging’ yang mereka sebut: INDONESISCHE CHRISTEN JONGEREN (I.C.J.).
Sdr. S. Nimpoene dipilih menjadi Ketua, Sdr. Paul Tindas sebagai Sekretaris dan sebagai Bendahara: Sdr. Liem Tiang Hien. Tercatat pula sebagai anggauta/pembantu: Dr. Mulia, Frits Harahap, Zr. Pelemkahu, GH. Kaligis, Paul Nainggolan, G.Silitonga dan Thai Tobing.
I.C.J. bertujuan: "Memupuk rasa persaudaraan, memelihara hidup keimanan anggauta-anggautanya, dan memberikan bantuan dimana perlu."
Tugas utama adalah: menjemput para pendatang baru, mencari tempat pondokan, membantu dimana perlu, misalnya memberikan informasi. Pada saat didirikan, anggautanya berjumlah sekitar tiga puluh orang. Jumlah ini makin bertambah, karena juga yang tidak beragama Kristen pun diperkenankan masuk menjadi anggota.
Hubungan antara I.C.J. dengan yang tidak beragama Kristen ternyata baik sekali. Saling menghargai agama yang dianut masing-masing adalah hal yang lumrah. Disaat Perang Dunia ke II, sungguhpun dalam keadaan yang serba sulit, I.C.J. tetap berusaha menjalankan tugasnya, hingga masa damai tercapai kembali.
Terpengaruh keadaan politik ditanah air dan sesuai dengan berkembangnya perjuangan bangsa Indonesia kearah kemerdekaan, I.C.J. pun berusaha menanamkan rasa kebangsaan dan kesatuan dengan cara menghilangkan rasa sukuisme, baik dikalangan pengurus, maupun dikalangan warganya. Maka dua aspek yang nampak sangat menonjol saat itu, ialah:
1. Menanamkan rasa kesatuan bangsa di perantauan.
2. Meletakkan dasar-—dasar oikumene yang elementer bagi keesaan Gereja di Indonesia,
Karena kian dirasakan bahwa nama perkumpulan tidak lagi sesuai dengan arah tujuan serta program kerjanya, I.C.J. diubah menjadi PERKI, singkatan dari: PERHIMPUNAN KRISTEN INDONESIA. Hal ini tidak berlangsung lama, karena mengingat tempat dan kondisi, maka kata “PERHIMPUNAN' diperluas menjadi "PERSEKUTUAN" Sejak itu PERKI adalah singkatan dari: PERSEKUTUAN KRISTEN INDONESIA.
Diawal tahun 60-an, gerak PERKI mengalami kemacetan, akibat memburuknya hubungan antara Indonesia - Belanda yang disebabkan sengketa Irian Barat. Banyak di antara warga PERKI yang pulang ketanah Air. Karena pada dasarnya PERKI berdiri memenuhi kebutuhan warganya, maka bila jumlah warga ini kian menyusut, sudah jelas pula kinerjanya pun terhenti. Setelah hubungan Indonesia — Belanda pulih kembali, maka berdatanganlah baik mahasiswa maupun masyarakat Indonesia ke Nederland ini. Karena jumlah mahasiswa/pelajar serta masyarakat Indonesia yang beragama Kristen bertambah banyak, maka kebutuhan pelayanan mulai terasa lagi.
PERKI :
Lalu persiapan—persiapan kegiatan-kegiatan PERKI dimulai kembali. Hal ini baru dapat
dikukuhkan dalam perayaan Paskah dibulan April 1968, bertempat digedung Konsulat Jenderal Indonesia di Amsterdam, atas inisiatip beberapa mahasiswa Kristen Indonesia dan tokoh-tokoh Indonesia yang saat itu berada di Nederland. Dalam pertemuan ini secara organisatoris telah dibentuk pengurus PERKI NEDERLAND untuk periode 1968/1969 oleh formatornya Sdr. Tan Koen Gie, berdasarkan mandat pertemuan Paskah masyarakat Indonesia tsb., yang susunannya adalah sbb.: Ketua ; Sdr. Tan Koen Gie, Sdr. Nolly Lumenta, Penulis : Sdr. Liem Boen Hauw, Sdri. Jolanda Neloe, Bendahara : Sdr. Ir. R. Tan. Komisaris untuk Amsterdam: Sdr. Irwan Utama. Komisaris untuk Delft: Sdr. Tan Tiong Djien.
Pada akhir tahun 1968, disebabkan oleh kesibukan masing-masing baik dibidang studi maupun pekerjaan, terjadi mutasi kepengurusan yang susunannya menjadi sbb.: ketua : Sdr. Nolly Lumenta, Wakil ketua: Sdr. Tan Koen Gie, Penulis ; Sdr. Liem Boen Hauw, Bendahara : Sdr. Inte Pouw. Untuk melaksanakan tugas PERKI agar berjalan se-efisien mungkin, maka sesuai dengan susunan ini jabatan Komisaris untuk kota-kota Amsterdam dan Delft dipisahkan dari susunan pengurus ini. Kepada mereka diberikan status: Ketua cabang, dan diserahi tugas untuk membentuk pengurus masing-masing. Maka susunan pengurus tsb. di atas mendapat status: Pengurus Pusat Perki Nederland. Tugas utamanya sudah jelas, mengaktifkan kembali kegiatan-kegiatan PERKI di Nederland dalam tugas pelayanan kepada jemaat/warganya.
Program pokok jangka pendek adalah:
1. Konsolidasi persekutuan baik struktural maupun moril.
2. Mewujudkan komunikasi antar warga persekutuan. Sejalan dengan program tab., maka pada saat itu tercatat registrasi mereka 59 keluarga Kristen Indonesia diberbagai kota dan universitas di Nederland. Sebagai hasil penyelidikan ternyata, bahwa kurang lebih 70% dari masyarakat/pemuda/pelajar/mahasiswa Kristen Indonesia terpusat di 2 tempat: Amsterdam dan sekitarnja serta Delft dan sekitarnya. Jumlah ini belum termasuk masyarakat Kristen Indonesia suku Maluku yang saat itu tergabung. dalam Koordinasi Jemaat Protestant Indonesia yang disingkat menjadi KDPIN, serta mereka yang berstatus repatrian. Dalam segi Denominasi Gereja, dapat dibedakan 4 golongan besar: Gereformeerd(GKI), Hervormd (GPIB, GPM, dsb.), dan Lutheran (HKBP), disamping beberapa anggota gereja lain. Sejak saat itu sudah dapat dibedakan dua golongan Masyarakat Kristen Indonesia di Nederland ini: mereka yang menetap (pengusaha, pegawai dll.) dan mereka yang tinggal sementara (mahasiswa dan pejabat pemerintah R.I.) Karena perubahan/pembaharuan yang terjadi serta perkembangan yang dialami PERKI kala itu, maka sudah pada tempatnya untuk mengadakan penyempurnaan/peninjauan kembali akan anggaran-dasar dan anggaran-rumah—tangganya. Untuk keperluan ini dibentuk suatu komisi yang terdiri dari: - Drs. Soetarno S.Th., Drs. Budiman S.Th., Dr. T.M. Simandjuntak, Sdr. Irwan Utama, Sdr. Westa Kwee, Sdr. Nolly Lumenta.
Komisi ini, dengan membawa serta informasi tentang keadaan masyarakat Kristen Indonesia di Nederland dan dengan kesadaran akan panggilannya, telah menghasilkan suatu konsep Pedoman Dasar dan Pedoman Pelayanan sebagai pengganti Anggaran-dasar/Anggaran-rumah—tangga yang lama.
Konsep ini dikirimkan kepada seluruh anggota keluarga PERKI untuk dipelajari dan memberi kesempatan untuk mengajukan saran-saran/pendapat-pendapat mereka. Dua hal yang patut kami catat disini adalah:
1. Didalam Pedoman Dasar tsb. telah tertuang rasa kesadaran akan panggilan Gereja ditengah-tengah masyarakat.
2. Didalam Pedoman Pelayanan, keketatan organisatoris telah diganti dengan pedoman yang memungkinkan pelayanan dalam Kasih dan Persekutuan Jesus Kristus.
Sebagai kegiatan-kegiatan PERKI tercatat:
a. Kegiatan keluar
b. Kegiatan ke dalam.
Kegiatan keluar:
- mengambil bagian dalam pertemuan PERKI se-Eropa yang ke-XI tahun 1969 di Wina.
- Delegasi Nederland dipimpin oleh Sdr. Liem Boen Hauw.
- Menjalin hubungan yang baik dengan Dewan Gereja-gereja di Indonesia.
- Tukar menukar informasi melalui surat-menyurat. Meskipun secara insidentil, dengan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).
- Membantu hingga berdirinya PERKI di Belgia (Leuven ).
- Hubungan kerjasama dengan Nederlandse Christen Studenten Vereniging (NCSV) masih dalam taraf persiapan.
- Kerjasama yang baik dengan Nederlandse Zendingsraad di Baarn dan Oegstgeest, terutama dalam bentuk bantuan yang diterima PERKI.
- Mendukung usaha-usaha dari Komite "Vrienden van de DGI"
- Berpartisipasi dalam Komisi ICHTUS.
- Hubungan yang baik dengan PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) di Nederland.
- Hubungan yang baik dengan organisasi-organisasi Indonesia di Nederland, seperti: BUMI, PERWIN, KKT dan Perhimpunan Umat Islam Indonesia di Nederland,
Kegiatan kedalam:
Secara periodik mengadakan kebaktian berbahasa Indonesia digedung Konsulat Jenderal RI di Amsterdam, yakni pada hari Minggu kedua setiap bulannya. Sesudah kebaktian diadakan kesempatan beramah-tamah, dengan tujuan mempererat persaudaraan serta kesempatan untuk bertukar fikiran dan lain-lain.
Untuk kota Delft dan sekitarnya, saat itu masih merupakan taraf persiapan. Kita melangkah kiki dan memasuki tahun 1980, - saat usia PERKI mencapai 50 tahun.
PERKI yang lahir dengan nama I.C.J. dikasteel ‘Hardenbroek” dekat Driebergen 50 tahun yang lalu, kini tersebar di Eropa. Bahkan ada orang yang menganggap PERKI adalah identik dengan Gereja. Kalau kita tinjau daftar peserta yang mewakili PERKI wilayah/kota/negara dalam kongres-kongres akhir-akhir ini, maka kita menjumpai peserta-peserta dari negara-negara: Inggris, Negeri Belanda, Belgia, Swiss, Jerman, Perancis dan U.S.S.R.(Moskow).
Dalam Kongres PERKI se-Eropa di Munchen pada tanggal 3 s/d 7 April 1980, telah terpilih dan dilantik Pengurus PERKI se-Eropa untuk periode 1980 - 1982; yang susunannya sebagai berikut: Koordinator Umum Sdr. Monang Silalahi, sekretaris Sdri.Lenny Muljadi, Pdt. Ny. Nieke Atmadja, Bendahara Yuliana Sondakh, Komunikasi/publikasi Pdt. I.P. Lambé, Kerohanian Pdt. Ktut Waspada, Pembantu Umum Sdr. Jacky Gunawan dan Pdt. Ny. M.C. Barth.
Sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masa, maka PERKI pun mencoba menyesuaikan diri dalam pelayanannya kepada jemaatnya diwilayah / kota /tempat masing-masing. Ia merupakan wadah dimana warganya dapat menimba hiburan, kehangatan dan bantuan terutama dibidang kerohanian, dalam suka maupun duka. Bahkan PERKI berusaha agar siapapun yang meminta bantuannya tidak akan dikecewakan.
Akhir-akhir ini berkat kerjasama dengan gereja-gereja setempat, PERKI dapat melaksanakan pelayanan sakramen-sakramen kepada jemaatnya. Masih banyak pekerjaan yang harus dilaksanakan. Ibarat benih telah ditabur, kini tumbuh subur; maka agar kelak dapat menuai dengan hasil yang berlimpah, benih yang tumbuh ini masih harus kita lindungi, memberi pupuk serta menyirami dan pelihara, agar jangan sirna. Amsterdam 1980.
Bahan dari:
-Surat terakhir dari Pendiri I.C.J.,Sdr. Nimpoene sebelum wafatnya.
- Koinonia no. 13
- Daftar peserta kongres Munchen 1980
- Laporan tahunan Pengurus Pusat PERKI Nederland 1968 / 1969.
2. Overzicht van de geschiedenis 1930 - 1980 (vertaling van June Beckx)
(opgericht als I.C.J., vervolgens voortgezet onder de naam PERKI)
Met Kerst, 25 december 1930, kwamen op kasteel “Hardenbroek, nabij Driebergen, Indonesiers van verschillende stammen bijeen om samen kerst te vieren. Bij die gelegenheid werden ook de moeilijkheden besproken waar de Indonesische studenten in Nederland mee geconfronteerd werden, zoals de verschillen tussen de beide landen, het klimaatverschil, verschil in manier van leven, verschil in gebruiken, etc.. Zo werd op basis van een gevoel van nationale eenheid door hen, die in den vreemde wonen, een vereniging opgericht, onder de naam INDONESISCHE CHRISTEN JONGEREN (I.C.J.). Vervolgens werd als bestuur gekozen: S. Nimpoene, voorzitter, Paul Tindas, secretaris en Liem Tiang Hien als penningmeester. Als bestuursleden werden aangesteld: Dr. Mulia, Frits Harahap, Zr. Pelemkahu, G.H. Kaligis, Paul Nainggolan, G. Silitonga en Thai Tobing.
De vereniging hanteerde de volgende doelstellingen: "het bevorderen van broederschap, en, het in stand houden van het geloofsleven van haar leden en waar nodig hulp te bieden."
De belangrijkste taken waren: ophalen van nieuwkomers, het zoeken van een verblijfplaats, zo nodig hulp bieden, bijvoorbeeld met informatie. In de jaren dertig, ten tijde van de oprichting, bedroeg het aantal leden rond de dertig. Dit aantal nam gestadig toe, vooral ook omdat er ook niet-christenen als lid mochten toetreden.
De relatie tussen I.C.J. en niet-christenen bleek heel goed te zijn. Elkaars religie respecteren was heel gewoon. Tijdens de Tweede Wereldoorlog bleef ICJ, ondanks de moeilijke omstandigheden, proberen haar taken uit te voeren, totdat de vrede bereikt was.
Beïnvloed door de politieke situatie in het moederland en overeenkomstig de ontwikkeling van de strijd voor onafhankelijkheid van de Indonesische natie, heeft ook I.C.J. getracht haar leden een gevoel van nationale eenheid bij te brengen. Zij deed dit door het stamgevoel te negeren, zowel onder het bestuur als onder de leden. Daarom kunnen wij twee aspecten benoemen die op dat moment heel belangrijk waren, namelijk:
1. Het versterken van de nationale eenheid tussen Indonesiers in het buitenland.
2. Een elementaire, oecumenische grondslag leggen voor de éenheid van de Kerk in Indonesië.
Al spoedig werd duidelijk dat de naam ICJ niet meer in overeenstemming was met doel en werkprogramma van de vereniging, waarop het werd veranderd in PERKI, een afkorting van: PERHIMPUNAN KRISTEN INDONESIA. Dit duurde echter niet lang. Gezien de situatie van de vereniging, werd het woord "PERHIMPUNAN" omgezet in "PERSEKUTUAN" en sindsdien staat PERKI voor: PERSEKUTUAN KRISTEN INDONESIA.
Aan het begin van de jaren 60 werd PERKI in haar bewegingsruimte beperkt door de verslechterende betrekkingen tussen Indonesië en Nederland als gevolg van de kwestie West-Irian. Veel PERKI-leden keerden terug naar Indonesië. Omdat het PERKI vooral te doen was in de behoeften van haar leden te voorzien, is het duidelijk dat de werkzaamheden niet konden worden voortgezet naarmate het aantal leden kleiner werd. Nadat de relatie tussen Indonesië en Nederland was hersteld, kwamen er weer Indonesiërs naar Nederland. Wegens toename van het aantal Indonesische studerenden en immigranten, werd opnieuw de behoefte aan dienstbetoon gevoeld. pelayanan.
PERKI:
Voorbereidingen werden getroffen om de activiteiten van PERKI opnieuw op te starten. Dit kon uiteindelijk geformaliseerd worden tijdens de Paasviering in april 1968, in het gebouw van het Indonesische Consulaat te Amsterdam, op initiatief van enkele Indonesische christelijke studenten en notabelen, die op dat moment in Nederland waren. Bij mandaat van de Paasbijeenkomst werd het bestuur van PERKI NEDERLAND voor de periode 1968/1969 gevormd door de formateur, Tan Koen Gie, met de volgende samenstelling: Tan Koen Gie en Nolly Lumenta, algemene voorzitter, Liem Boen Hauw en Jolanda Neloe, secretaris, R. Tan, penningmeester, Irwan Utama, commissaris voor Amsterdam en Tan Tiong Djien, commissaris voor Delft.
Eind 1968 trad er wegens drukte zowel op het gebied van studie als op het gebied van werk, een mutatie op in het bestuur en werd de samenstelling alsvolgt: Nolly Lumenta, voorzitter, Tan Koen Gie, vice voorzitter, Liem Boen Hauw, secretaris, Inte Pouw, penningmeester. Om de taken van PERKI zo efficiënt mogelijk uit te voeren, werden de functies van commissarissen voor de steden Amsterdam en Delft afgeschaft. In de plaats daarvan kreeg men de status van afdelingsvoorzitter, met de taak een eigen bestuur te vormen. Aldus verkreeg het bovengenoemde bestuur de status van hoofdbestuur PERKI NEDERLAND met de voornaamste taak de activiteiten van PERKI te reactiveren ten dienste van haar leden.
De belangrijkste programma's voor de korte termijn waren:
1. Consolideren van de vereniging , zowel structureel als moreel.
2. Bewerkstelligen van communicatie tussen leden van de vereniging. In lijn hiermee werden op dat moment 59 Indonesische christelijke gezinnen in verschilende steden en universiteiten in Nederland geregistreerd.Tevens bleek uit het onderzoek dat circa 70% zich op twee plaatsen concentreerde: Amsterdam en omgeving en Delft en omgeving. Bij dit aantal behoorde nog niet de Indonesische Christelijke gemeenschap uit de Molukken, momenteel aangesloten in de Kordinasi Jemaat Protestant Indonesia (Coördinatie van Indonesische Protestantse Gemeenten) afgekort KDPIN, evenals degenen met repatriëringstatus. In termen van ‘kerklidmaatschap’, kunnen we vier hoofddenominaties onderscheiden: Gereformeerd (GKI), Hervormd (GPIB, GPM, etc.), en Lutheran (HKBP), en een aantal leden van andere kerken. Sindsdien kunnen wij binnen de Indonesische Christelijke Gemeenschap in Nederland twee groepen onderscheiden: zij die vast in Nederland verblijven (zakenmensen, werknemers, etc.) en zij die tijdelijk verblijven (studenten en overheidsfunctionarissen van de Republiek Indonesië). Door veranderingen en ontwikkelingen binnen de PERKI op dat moment, werd het nodig geacht verbeteringen en herziening van de statuten en het huishoudelijke reglement aan te brengen. Hiertoe werd een commissie in het leven geroepen, bestaande uit: ds Soetarno, ds Budiman, T.M. Simandjuntak, Irwan Utama, Westa Kwee en Nolly Lumenta.
Bemand met de nodige informatie over de situatie van de Indonesische Christelijke Gemeenschap in Nederland en bewust van haar roeping, heeft deze commissie een concept ‘Basis richtlijnen en Richtlijnen voor Dienstbetoon’ ontworpen ter vervanging van de oude statuten en het oude huishoudelijke reglement. Dit concept werd vervolgens aan alle leden van de PERKI-gemeenschap toegezonden ter bestudering en het doen van suggesties. Twee dingen merken wij hierbij op:
1. de basisrichtlijnen bevatten reeds het gevoel bewust te zijn van de roeping van de kerk temidden van de samenleving
2. In de richtlijnen voor dienstbetoon, is de strakke organisatorische lijn vervangen door richtlijnen die getuigen van dienstbaarheid in de liefde en gemeenschap van Jezus Christus.
Als activiteiten van PERKI kunnen alsvolgt worden genoemd:
a. Externe activiteiten
- Deelname aan de XIe bijeenkomst van PERKI in Europa te Wenen in 1969. De delegatie uit Nederland stond onder leiding van Liem Boen Hauw.
- Het onderhouden van een goede relatie met de Raad van Kerken in Indonesië, o.a. door uitwisseling van informatie per brief.
- Hoewel incidenteel, contact met de Indonesische Christelijke Studenten Vereniging (GMKI).
- Assisteren bij de oprichting van PERKI in België (Leuven).
- De samenwerking met de Nederlandse Christelijke Studenten Vereniging (NCSV), toen nog in voorbereiding.
- Goede samenwerking met de Nederlandse Zendingsraad te Baarn en Oegstgeest, vooral in de vorm van hulp die PERKI mocht ontvangen.
- Support geven aan het Comite Vrienden van de DGI en deelname aan de Commissie ICHTUS.
- Goede relaties onderhouden met de PPI (Indonesische Studenten Vereniging) in Nederland en met Indonesische organisaties in Nederland, zoals: BUMI, PERWIN, KKT en de Association van Indonesische moslems in Nederland.
b. Interne activiteiten
Periodiek organiseren van diensten in het Indonesisch in het Indonesische Consulaatgebouw te Amsterdam, elke tweede zondag van de maand. Na de dienst was er de mogelijkheid van gezellig samenkomen, met doel de broederschap te versterken, ideeën uit te wisselen etc. Voor Delft en omgeving was het in die tijd nog moeilijk ….
Nu gaan we het jaar 1980 in, het jaar waarin PERKI de leeftijd van 50 jaar bereikt.
PERKI, die 50 jaar geleden werd opgericht onder de naam I.C.J. in kasteel 'Hardenbroek’ bij Driebergen, is nu verspreid over Europa. Het is zelfs zo, dat sommigen denken dat ze identiek is aan de kerk. Indien we de deelnemerslijsten van recente congressen beschouwen, zien we vertegenwoordigers van PERKI voor de regio's/-steden/-landen uit Engeland, Nederland, België, Zwitserland, Duitsland, Frankrijk en USSR (Moskou).
Op het Europese PERKI-congres in München, 3 tot 7 april 1980, werd het Europese PERKI-bestuur voor de periode 1980 - 1982 gekozen en benoemd in de volgende samenstelling: Monang Silalahi, algemeen coördinator, Lenny Muljadi, en Ds Nieke Atmadja, secretaris, Yuliana Sondakh, penningmeester, Ds I.P. Lambé, communicatie / publicatie, Ds. Ktut Waspada, geestelijke verzorging, Jacky Gunawan en Pdt. Mevr. M.C. Barth, algemeen assistent.
In het licht van de behoeften en ontwikkelingen in de geest van de tijd, probeert ook PERKI zich in haar dienstverlening aan te passen aan de gemeenschap bij de werkzaamheden en voorbereidingen van de respectieve afdelingen. Het is een plek die de leden troost, warmte en hulp biedt, in vreugde en verdriet, vooral op geestelijk gebied. PERKI tracht een ieder die om hulp aanklopt, niet teleur te stellen.
Dankzij de samenwerking met de nationale kerken heeft PERKI onlangs de bediening van de sacramenten aan haar gemeenteleden kunnen uitvoeren. Er is nog veel werk aan de winkel. Gelijk een zaadje, ooit gezaaid, is het nu tot bloei gekomen. Om rijke oogst binnen te halen, dienen we de groeiende zaden te beschermen, te bemesten en water te geven en daarmee te zorgen dat ze niet uitsterven.
Amsterdam 1980.
Bronnen:
- de laatste brief van de oprichter van I.C.J., Br. Nimpoene voor zijn overlijden
- Koinonia nr 13
- Lijst van deelnemers aan het congres van München in 1980
- Jaarverslag van het Hoofd Bestuur van PERKI Nederland 1968/1969.
3. Sambutan prof dr Johannes Verkuyl uit 1980 dalam bah. Indonesia
Sambutan Bapak J.Verkuyl
PANCA DASA WARSA PERKI
Dengan gembira hati saya memenuhi permohonan pengurus PERKI untuk menyampaikan sepatah kata berkenaan dengan peringatan Panca Dasa Warsa PERKI, Perkumpulan untuk para pemuda—pemudi Kristen Indonesia dinegeri Belanda, yang mula-mula bernama Indonesische Christen-Jongeren(I.C.J.) dan kemudian namanya diganti menjadi PERKI, didirikan pada tahun 1930 oleh Dr.Moelia, Bp.Tindas dan Bp. Soedono Nimpoeno, yang juga menjadi ketuanya. Dari tahun 1935 sampai 1939, pada masa sebelun pecahnya Perang Dunia II, terjalinlah ikatan persahabatan yang erat antara PERKI (I.C.J.) dengan saya. PERKI adalah home dan operation-base untuk pelayanan saya diantara para mahasiswa Indonesia, pelayanan mana merupakan kenangan yang tak terlupakan bagi saya.
Pada tahun 1939 saya beserta istri berangkat ke Indonesia dan disana kami bertemu dengan banyak orang yang sudah kami kenal dalam lingkungan PERKI.
Sesudah berakhirnya Perang Dunia II Kami menperbaharui lagi hubungan dengan PERKI dan persa-habatan itu masih terpelihara sampai hari ini. Berhubung Kini saya diminta untuk menguraikan secara singkat arti dan makna PERKI, saya akan mencoba untuk mengungkapkan artinya dalam beberapa kalimat.
1. PERKI ditengah-tengah segala perubahan merupakan ‘home’ bagi orang Kristen Indonesia yang belajar dinegeri Belanda atau yang menetap disini. Banyak Orang Kristen Indonesia mengalami kesukaran untuk merasa betah dan kerasan didalam Gereja-Gereja dan masyarakat Belanda. Bagi merekalah PERKI menjadi suatu ‘home’. Dan bagi kelompok yang menggabungkan diri dengan Gereja-gereja Belanda dan yang melaraskan diri dengan masyarakat Belanda, PERKI tetap merupakan ‘home’ pula, dalam mana mereka dapat terus memelihara ikatan dengan Tanah Air, dengan Bahasa Indonesia, dengan Gereja-Gereja di Indonesia. Sebagai contoh dapat saya sebut nama Bapak Kaligis, yang selama lima puluh tahun ini menemukan tempatnya baik didalam masyarakat dan Gereja Belanda maupun didalam PERKI. Memang untuk orang asing kehidupan didalam masyarakat dan Gereja Belanda dapat dialami sebagai ‘dingin’'. PERKI senantiasa merupakan wadah penuh kehangatan, dimana dialami adanya perhatian dan dimana dihayati suasana persaudaraan.
2. PERKI senantiasa merupakan tempat latihan untuk ikatan persaudaraan antara orang Kristen dari berbagai-bagai suku. Dalam ingatan saya terbayang jelas sekali bahwa baik dalam kepengurusan maupun dalam lingkungan PERKI senantiasa duduk wakil-wakil dari berbagai-bagai suku dan dari golongan pribumi dan non-pribumi. PERKI adalah tempat latihan bagi persekutuan.
3. PERKI adalah 'service-station'bagi orang Kristen Indonesia. PERKI memberi pelayanan dalam mencari penyelesaian masalah sosial yang bermacam—macam sifatnya, seringkali dalam kerja sama dengan para pendeta yang ditugaskan untuk me-melihara hubungan dengan mahasiswa yang berasal dari benua Asia.
4. PERKI dalam banyak hal memenuhi dan mewakili fungsi Gereja-Gereja dengan menyelenggarakan kebaktian dalam Bahasa Indonesia secara berkala. Dan PERKI melakukan hal itu bukannya bertentangan dengan Gereja-Gereja yang sudah ada, melainkan dalam kerja sama dengan D.G.I. dan dengan Gereja-Gereja Belanda. Fungsinya dalam hubungan ini adalah sebagai jembatan.
5. PERKI menciptakan ruang, dalam mana orang Kristen Indonesia ditengah-tengah pergeseran dan ketegangan politik mendapat kesempatan untuk saling bertukar pikiran, saling membicarakan persoalan mereka, perselisihan paham, orientasi mereka yang berbeda-beda, dan ditengah-tengah segala ketegangan tetap memegang satu sama lain didalam persekutuan orang-orang percaya.
PERKI tidak pernah meminta konformisme tanpa kritik daripada keadaan dan aliran-aliran
politik tertentu. PERKI memberikan ruang bagi percakapan dan pertukaran pikiran dan pandangan didalam ikatan persekutuan Injil Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat.
Demikianlah saya mengenal dan menghayati PERKI selama lebih kurang lima puluh tahun. Doa saya ialah kiranya PERKI diperkenankan oleh Tuhan untuk terus memenuhi fungsi-fungsi tersebut turun-temurun.
Nopember 1980
J. Verkuyl
4. Bijdrage van prof dr Johannes Verkuyl aan jubileumboek 1980 (vertaling van June Beckx)
Toespraak van Ds. J. Verkuyl VIJFTIG JAAR PERKI
Graag kom ik tegemoet aan het verzoek van het PERKI bestuur een woord tot u te richten ter gelegenheid van het 50-jarige bestaan van PERKI, de Vereniging voor Indonesische Christelijke Jongeren in Nederland, eerst Indonesische Christen-Jongeren (I.C.J.) geheten en later veranderd in PERKI, opgericht in 1930 door Dr. Moelia, Bp. Tindas en Bp. Soedono Nimpoeno, die tevens voorzitter werd.
Van 1935 tot 1939, in de periode voorafgaand aan het uitbreken van de Tweede Wereldoorlog, had ik een hechte vriendschapsband met PERKI. (I.C.J.). PERKI was de thuisbasis en uitvalsbasis voor mijn bediening onder Indonesische studenten, hetgeen voor mij onvergetelijke herinneringen oproept. In 1939 gingen mijn vrouw en ik naar Indonesië en daar hebben we vele mensen ontmoet die wij al eerder in PERKI-verband kenden. Na het einde van de Tweede Wereldoorlog hernieuwden we onze relaties met PERKI, een vriendschap die tot op vandaag heeft stand gehouden. Aangezien mij werd gevraagd in het kort de betekenis van PERKI te omschrijven, zal ik proberen deze in een paar zinnen uit te drukken.
1. PERKI is temidden van alle veranderingen een "thuis" voor Indonesische christenen die in Nederland studeren of wonen. Vele Indonesische christenen vinden het moeilijk zich thuis te voelen in de kerken en de Nederlandse samenleving. Voor hen is PERKI een "thuis". En voor hen die zich bij de Nederlandse kerken hebben aangesloten en zich aangepast hebben aan de Nederlandse samenleving, blijft PERKI eveneens een 'thuis’, die ze de gelegenheid biedt banden te onderhouden met het moederland, met het Indonesisch, met de kerken in Indonesië. Als voorbeeld noem ik de heer Kaligis, die al vijftig jaar zijn plaats heeft gevonden, zowel in de samenleving als in de Nederlandse Kerk en ook in PERKI. De Nederlandse samenleving en de Nederlandse kerk kunnen inderdaad door buitenlanders als “kil” worden ervaren. PERKI is daarom een plek van warmte, waar men aandacht krijgt, waar men de sfeer van broederschap beleeft.
2. PERKI is een oefenterrein waarin men oefent als christelijke broeders en zusters van de verschillende stammen, met elkaar de banden aan te halen.
In mijn herinnering zie ik heel duidelijk hoe steeds vertegenwoordigers van de verschillende stammen, inheems en niet-inheems, zowel in het bestuur als in de PERKI-kringen, deel namen.
PERKI is een waar oefenterrein voor fellowship, bondgenootschap.
3. PERKI is een soort 'servicestation' voor Indonesische christenen. PERKI doet dienst bij het zoeken naar oplossingen voor allerlei soorten maatschappelijke problemen, vaak in samenwerking met de studentenpastors die de zorg voor studenten uit Azië als taak hebben.
4. PERKI vervult en vertegenwoordigt in veel opzichten de functie van de kerken door het regelmatig organiseren van diensten in het Indonesisch. Deze diensten zijn niet strijdig met die van de bestaande kerken, maar zijn georganiseerd in samenwerking met DGI én de Nederlandse kerken. Ze vervult hierin als het ware een brugfunctie.
5. PERKI creëert een ruimte waar Indonesische christenen temidden van verschuivingen en politieke spanningen de kans krijgen ideeën uit te wisselen,
met elkaar in gesprek te gaan over hun problemen, hun meningsverschillen, hun verschillende oriëntaties en temidden van al die spanningen elkaar blijvend kunnen vasthouden in de gemeenschap van gelovigen.
PERKI heeft zich nooit zonder kritiek geconformeerd aan de situatie en aan de verschillende stromingen in de politiek. In de gemeenschap van het evangelie van Jezus Christus, Heer en Heiland, biedt PERKI ruimte voor gesprek, gedachtenwisseling en het uiten van diverse meningen.
Dit is hoe ik PERKI ongeveer vijftig jaar heb mogen kennen en mogen beleven. Ik bid dat God zal toestaan dat PERKI haar functies van generatie op generatie mag blijven vervullen.
November 1980 J. Verkuyl
5. Sambutan pdt Auke Hofman dalam bah. Indonesia
Sambutan ds. A. Hofman
Sebuah kisah ulang tahun ke-sekian berdirinya PERKI. Bukan kisah tentang apa yang sesungguh-
nya terjadi dirapat atau dilingkungan. Mengisahkan hal tersebut: kegembiraan dan
ketegangan dari rapat pertama yang diadakan kembali di Nederland, di Woudschoten - Zeist,
setelah adanya sengketa politik ditahun 60-an, atau tentang kerjasama yang sangat baik antara
Tevangelicals' dan ‘ecumenicals' pada konperensi ke-2 di Woudschoten dalam tahun 1976 dengan
‘hari kekluargaan’ yang luar biasa itu, dimana oleh sebagian besar pengunjung bangsa Indonesia
yang berada di Nederland, yang jumlahnya bertambah menjadi lebih dari 200 orang, atau ekspirimen yang luar biasa tentang konperensi PERKI di Inggris dimana pesertanya meliputi 150 orang dan dimana pula Martin Conway telah memaparkan sambutan yang memikat (a.n. Gereja Inggris) yang menggambarkan tantangan hidup bermasyarakat antara warga asing dan penduduk asli pribumi dijaman modern ini.
Tentang semuanya ini banyak dapat diungkapkan. Tetapi kita lalu akan terbenam kedalam detil dan akan sukarlah nanti untuk menarik garis penghubung tempat berpegang. Sebab itu saya rasa lebih baik untuk mengemukakan saat-saat pertemuan persaudaraan yang menyenangkan, disaat mana saya sebagai pendeta mahasiswa Afrika dan Asia dapat bertemu dengan mahasiswa Indonesia dan karenanya tentunya juga dengan masyarakat Kristen Indonesia yang pada saat-saat tertentu mengadakan pertemuan sebagai 'PERKI'.
Memang ada perkembangan! Diawal tahun 60-an warga PERKI kebanyakan terdiri dari sekelompok
mahasiswa Kristen Indonesia. Kemudian secara perlahan-lahan, juga dengan berdatangannya
keluarga dari Indonesia dan sejalan dengan ber tambahnya jumlah pelajar, maka kebutuhan akan
kesatuan yang lebih tetap, yang dimulai dengan pertemuan-pertemuan secara teratur yang diadakan
di Amsterdam dan di Den Haag. Sejak semula kelompok ini terdiri dari aneka ragam peserta: mereka yang telah berusia, yang kebanyakan sudah lama tinggal di Nederland, dan juga mahasiswa
yang baru datang( yang belajar diberbagai universitas atau sekolah tinggi kejuruan lainnya). sejak semula, juga dalam mengorganisir suatu kebaktian timbul rasa tidak kepastian: apakah kita ini sekarang, suatu gereja ?
Sebenarnya pendapat ini terlalu ‘berat' dirasakan kan- terlalu ‘resmi'. Jadi suatu organisasi ?
Tetapi terasa lebih condong kearah ‘hobby—club'.
Demikian orang mengartikan kata 'PERKI sebagai suatu perkumpulan yang berfungsi antara kedua makna tersebut: suatu masyarakat yang terdiri dari orang Indonesia yang beragama Kristen! |
Dengan sifat yang khas, kehangatan, corak dan tradisi oekumene tersendiri:
warga Kristen Indonesia yang berasal dari berbagai daerah menemukan dalam PERKI sesuatu
yang dapat disamakan dengan ‘tempat pemberhentian bis yang beratap untuk bernaung'. Anda dapat masuk sebentar, tidak akan basah kena hujan, dan karena anda datang bersama orang-
orang lain, juga akan merasakan kehangatan. Dengan demikian anda sebentar berkumpul bersama
dalam dunia yang asing, terlalu tehnis, dan karenanya juga terlalu ‘dingin' dan kadang
disuasana yang kurang wajar dinegara Eropa Timur Laut ini.
Sebab itu, makan bersama sesudah kebaktian terasa sangat akrab: sebab dengan demikian anda
dalam arti kiasan ‘mencicipi' suasana masyarakat ini. Demikianlah dari pertemuan antar warga
Kristen Indonesia dengan sendirinya merupakan aktivitas yang penting. Pertemuan dengan pengunjung dari Indonesia dan penghayatan akan pembangunan dalam masyarakat Indonesia terutama sangat penting artinya bagi warga yang berharap sesudah studinya akan dapat kembali ke Indonesia.
Rasa turut ambil bagian dalam kehidupan di Indonesia ini telah mengakibatkan misalnya
dengan diadakannya seminar tentang teknologi yang diterapkan, yang diadakan di Amsterdan,
yang sebagian sejalan dengan publikasi Tuan Schups, seorang ekonom dari Ingegris:
dibalik ‘small is beautiful', atau dengan menterjgemahkan brosur konperensi dari Dewan
Gereja sedunia yang diadakan di Boston tentang Timu Pengetahuan, Teknologi dan masa depan,
yang berjudul' Serigala dan Anak Domba’t untuk kepentingan pertemuan pelajar/ mahasiswa Kristen
di Eropa.
Sekali gus penghayatan didalam Perki(terutama dalam konperensi di Woudschoten tahun 1976) yang mengarah ke-mempererat kerjasama dengan gereja setempat - gereja-gereja Eropa yang berada disekitar PERKI.
Dengan demikian diorganisirlah pertemuan-pertemuan antara kedua belah pihak dengan penuh
antusias. Ada baiknya bagi kita untuk misalnya mengenangkan bagaimana peserta gereja Belanda
(Hervormd dan Gereformeerd) pada pertemuan dimusim panas di Dronten, pada hari Natal
menghadiri kebaktian PERKI di Amsterdam(a.l. dengan membawa buah hasil negerinya, yaitu
appels) untuk meneguhkan hubungan yang telah ada dan turut merayakan kebaktian serta menyantap hidangan Indonesia.
Perlahan tetapi jelas, hubungan ini kian berkembang, dan PERKI pun dikenal dikalangan gereja
dimana gedungnya mereka gunakan untuk kebaktian: di Den Haag, Amsterdam dan Bijlmermeer.
Pula karena jumlah warganya kian berkembang dan bertambah banyak, juga untuk suatu organisasi
sukarelawan, yakni keadaan sesungguhnya dari PERKI. PERKI kini 50 tahun, hal ini harus dirayakan
dengan pesta dan sekali gus orang tidak boleh melampaui batas. Sebab organisasi Kristen tidak
boleh terlalu melihat kemasa lampau. Saya rasa lebih baik untuk melihat kemasa depan, sambil
membangun masyarakat bersama dan mempertahankan-nya disekitar Dia yang bagi mereka yang mau mengikut-Nja telah diberi janji kepada masyarakat dan hukum kasih, untuk menjadi berkat
ditengah manusiawi.
Disaat dimana untuk gereja dikropa tidak mudah untuk menghadapi tangtangan dari jaman ini,
dan tetap membangun masyarakat, Sedang teknologi dan urbanisasi manusia lebih menitik beratkan
pribadi, maka kepada PERKI telah diberikan kesenpatan yang luar biasa. Dapat diartikan sebagai
garam pengasin dan sebagai contoh suluh yang hangat, dari warga yang saling erat bersatu, memperhatikan sesama dan mencoba mengartikan dan mencari penyelesaian dari masalah mereka dalam terang Alkitab serta dengan kebijaksanaan dari kebudayaan sendiri.
Mungkin suatu ucapan selamat kepada PERKI yang berusia 50 tahun dapat ditulis demikian: semoga PERKI ditahun-tahun mendatang dapat merupakan hubungan antara orang dari Indonesia dan orang dari Eropa, antara warga Kristen dari berbagai tradisi, dan semoga sambil berkembang ia dapat memberikan sumbangsih sendiri dalam meneruskan kisah Injili dari Yesus Kristus ditengah kebudayaan Eropa.
Dan akhirnya, menurut saya pribadi, rasa terima kasih sudah pada tempatnyalah, untuk
persaudaraan, kepercayaan dan persekutuan yang telah diberikan PERKI kepada saya, bukan saja
sebagai wakil dari Gereja Belanda, tetapi kepada kami pribadi, dan mungkin hal inilah yang
merupakan salah satu ‘charme' PERKI yang tidak memisahkan kedua hal: ‘resmi' dan 'pribadi' serta tidak merasa perlu untuk memisahkannya.
Nopember 1980.
Di Indonesiakan A.Hofman
oleh: | Pendeta untuk mahasiswa
JeA. de Fretes. Afrika/Asia.
6. Sambutan bpk Sutarno 1980
PERKI dulu, kini dan masa depan.
1. PERKI genap berusia 50 tahun! Kenyataan ini perlu kita hayati dan renungi dengan rasa gembira dan syukur. Banyak organisasi yang belum, atau bahkan tidak akan mampu mencapai dan mempertahankan keberadaannya selama itu. Mudah-mudahan kenyataan ini akan mendorong warga PERKI umumnya dan para anggauta Pengurus khususnya untuk lebih tekun dan bergairah dalam memelihara dan mengembangkan kehidupan serta kegiatan-kegiatan PERKI.
Bahwa PERKI masih mampu bertahan selama 50 tahun, itu membuktikan bahwa keberadaannya atau eksistensinya memang diperlukan. Pasang-surut, maju-mundur, giat-mlempem, merupakan hal—hal yang lumrah dalam kehidupan organisasi. Karena kehidupan organisasi amat dipengaruhi dan ditentukan oleh orang-orang yang berorganisasi itu. Dan orang-orang tersebut, apalagi bagi PERKI, merupakan orang-orang yang kehadirannya di Nederland ini sedikit banyak bersifat sementara. Setiap kali, yang lama pergi dan yang baru tiba. Oleh sebab itu salah satu masalah pokok yang perlu dipecahkan oleh PERKI ialah bagaimana memelihara kesinabungan(continuiteit).
Kesinabungan tsb. akan mudah sekali terganggu dan terputus, kalau ‘hidup-mati PERKI hanya selalu tergantung kepada sekelompok kecil orang-orang yang itu-itu juga. Karenanya jumlah mereka yang menaruh minat dan bersedia dengan gembira melibatkan diri kedalam PERKI perlu diusahakan untuk tetap terpelihara dan bahkan dikembangkan.
2. Berbicara mengenai minat dan keterlibatan, memang ada beberapa faktor yang perlu kita
perhatikan. Faktor-faktor tsb. antara lain ialah:
a. Faktor Kebutuhan para anggauta. Bagaimanapun, orang memasuki suatu organisasi
itu tidak tanpa 'pamrih'. Memang ada pula yang didorong oleh idealisme ataupun ‘sense of mission’ tertentu. Tetapi kelompok orang yang semacam ini pada umumnya sedikit saja. Karenanya, langkah
pertama untuk membuat orang merasa ‘krasan' (at home ) didalam organisasi, ialah membuat orang
itu merasa kebutuhannya dapat dipenuhi dan dipuaskan.
Dalam hubungan ini, mengingat bahwa kebutuhan masing—-masing orang itu dapat berbeda—beda, maka PERKI perlu menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang bermacam ragam juga(banyak variasinya). Untuk menjajaki minat dan kebutuhan para anggau-tanya(dan calon anggauta) suatu angket sederhana kiranya akan banyak membantu. Dan kalau minat serta kebutuhan itu sedikit banyak telah dapat diinventarisir dan orang-orangnya diidentifisir, maka kegiatan-kegiatan dapat direncanakan dan dilaksanakan. Dalam hal ini para anggauta sendir: bahkan dapat diminta untuk mengorganisasikannya, sehingga Pengurus tidak usah bekerja sendiri.
b. Faktor tersedianya Waktu.
Banyak kegiatan sering kurang/tidak-mendapat partisipan yang cukup karena 'timing' penyeleng-—
garaannya Kurang tepat. Dapat juga terjadi orang sudah susah-susah merelakan waktunya,
ternyata penyelenggaraan kegiatan tsb. Sangat mengecewakan. Karenanya, bukan frekwensi dan
kwantitas kegiatan yang penting, melainkan mutu atau kwalitasnya yang menentukan minat keterlibatar para anggauta. Dan justru bagi para anggauta baru dan pada periode dimana kehidupan organisasi mengalami masa surut, masalah mutu dalam penyelenggaraan Kegiatan itu menjadi penting sekali.
c. Faktor Kegembiraan dan Kegairahan kerja.
Ini khususnya penting bagi para anggauta Pengurus. Kalau para anggauta Pengurus itu dalam pekerjaan kepengurusannya hanya selalu merasa mendapat "beban—beban berat yang membosankan dan menyakitkan' saja, tentu kegairahan kerja akan sangat Gerganggu atau bahkan lenyap.
Idealisme dan semangat yang berkobar-kobarpun dapat hilang dan padam karenanya. Oleh sebab itu faktor-faktor keakraban, solidaritas, saling mempercayai satu sama lain, dll., baik dalam kehidupan kepengurusan maupun dalam pergaulan hidup diluar urusan-urusan organisatoris, perlu ditanamkan dan ditumbuhkan secara terus menerus dikalangan para anggauta Pengurus. Sekali kesadaran dan penghayatan akan persekutuan kerja itu dapat sungguh-sungguh diciptakan dan difungsikan, maka ‘beban-beban kepengurusan akan semakin ringan dirasakan; maka kegembiraan dan kegairahan kerjapun dapat dipertahankan dan diperkembangkan.
3 Fungsi/tujuan-tujuan PERKI.
Mengapa dan untuk apa sebenarnya PERKI itu? Dari namanya kiranya sudah jelas, bahwa PERKI
dimaksudkan untuk menjadi wadah dan wujud Persekutuan Kristen. Dan persekutuan Kristen itu
gselalu berarti atau mencakup persekutuan dengan Tuhan dan dengan sesama. Didalam dan melalui
persekutuan tsb. diharapkan dan diusahakan agar anggauta-anggauta persekutuan dapat bersekutu dengan Tuhan dan dengan sesama anggauta yang lain. Ini merupakan hal yang paling azasi dan
primair dalam kehidupan dan kegiatan PERKI. Dalam hubungan ini isi dan perwujudan dari pada persekutuan tsb. tentu saja harus dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kegiatan.
Lain dari pada itu persekutuan tsb. juga mengakibatkan dan menuntut hal—hal lain, yang ada
diluar cakup lingkungan PERKI sendiri. Karenanya, tidak mungkin dan juga tidak benar,
bila PERKI menjadi suatu persekutuan yang eksklusip, yang hanya sibuk dengan dirinya
Sendiri saja. Ini berarti bahwa PERKI perlu membina dan memelihara kontak-kontak, relasi-
relasi, maupun kerjasama~kerjasama dengan lingkungan diluar PERKI, baik yang sifatnya
kristen-gerejawi, maupun yang bukan.
Dalam hubungan ini kiranya jelas, bahwa ‘Indonesia’, baik yang ada di Nederland maupun
yang ada ditanah-air, perlu memperoleh perhatian secara khusus.
Mengenai pelaksanaan operasionil dari pada apa yang dikemukan diatas, kiranya masih perlu
dibahas dan digumuli oleh PERKI, tanpa atau dengan bantuan fihak-fihak lain,
4 Pada masa~masa yang lampau PERKI telah menberikan makna dan sumbangan yang cukup berarti
bagi sejarah dan kehidupan gereja serta kekristen-an di Indonesia, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Banyak pemimpin-pemimpin Kristen(bahkan juga yang bukan Kristen) telah
tumbuh dalam 'godogan' PERKI.
Dalam rangka mewujudkan ide persatuan bangsa, PERKI justru karena keberadaannya diluar Tanah-air, sering mempunyai Kesempatan yang banyak dan lebih baik dari pada organisasi-organisasi
kristen/gereja-gereja ditanah-air.
Mudah-mudahan peringatan 50 tahun berdirinya PERKI akan merupakan suatu momentum yang baik dan tidak kita sia-siakan dalam rangka terus memelihara dan mengembangkan PERKI. Karena fungsi dan peranan PERKT akan tetap tidak berubah, sama seperti pada 50 tahun yang lalu.
Semoga Tuhan memberkati.
Oktober 1980.
Bapak Sutarno.
7. Welkomswoord aan PG PERKI van dr René de Reuver op de PKN-synode april 2018
Zusters en broeders van de Perki,
fijn dat u er bent. U zorgt voor een hoogtepunt tijdens de synodevergadering. Zeer hartelijk welkom. Synodeleden, u heeft in de bijlage al kunnen kunnen lezen over dit moment. De Persekutuan Kristen Indonesia. Vandaag staan we voor het bijzondere moment dat we als Protestantse Kerk met elkaar besluiten dat we een deel van de Perki-gemeenschap als gemeente opnemen. Te weten de gemeenten te Amsterdam-Buitenveldert, Rotterdam, Den Haag en Utrecht. U heeft zelf te kennen gegeven dat u buitengewone gemeente van de Protestantse Kerk wil worden. Een deel van de
Perki-gemeenschap heeft een andere relatie met enkele lokale Protestantse gemeenten. U heeft ervoor gekozen als buitengewone gemeente lid te worden van de Protestantse Kerk. We zijn daar zeer verheugd over.
We hebben gister hier op deze synode indringend gesproken over het thema migratie. Eigenlijk over de vraag ´hoe ben je met elkaar kerk´. Hoe leef je met elkaar in de samenleving. Ook als mensen met verschillende achtergronden en gewoonten. Dat is een geweldig uitdaging voor de samenleving. Dat geldt ook voor onze kerk. Hoe ben je samen kerk? We zijn door God aan elkaar gegeven. Als we Christus volgen horen we bij elkaar. Ik vind het persoonlijk een heel bijzonder moment dat we hier bij elkaar zijn, om zo dadelijk hopelijk de ondertekening te mogen doen. waardoor u formeel lid bent van de Protestantse Kerk en wij formeel als leden van dezelfde kerk helemaal bij elkaar horen. Als een iets meer kleurrijke geloofsgemeenschap horen we dan wezenlijk bij elkaar. Dat weerspiegelt ook iets van de veelkleurigheid van de kerk van Christus.
Zeker, de meesten van u wonen als heel lang in Nederland, maar toch zijn er in ons goede vaderland soms nog steeds gescheiden circuits, ook als kerken, ook als geloofsgemeenschappen. Dat u nu hier bent maakt de eenheid van Christus meer zichtbaar. ik ben daar heel dankbaar. Fijn dat u deze weg gaat. Dat wij deze weg met elkaar samen verder gaan.
En daarbij veel dank voor het werk van de commissie o.l.v. ds Bas Plaisier. U begrijpt, geachte synodeleden, ik beveel u zeer aan om het besluitvoorstel te ondersteunen, zodat we daarna de overeenkomst kunnen tekenen.¨
Ds Saskia van Meggelen, preses van de synode, verklaarde na de stemming: ¨Fijn dat het met algemene stemmen is aangenomen. Perki-gemeente, van harte welkom! We gaan nu officieel de stukken tekenen.¨